Kamis, 11 November 2010

Permendagri No.37/2010: Belanja Hibah kepada Pemerintah (Instansi Vertikal)

Permendagri No.37/2010: Belanja Hibah kepada Pemerintah (Instansi Vertikal)

Agustus 15, 2010
Peraturan Pemerintah No.58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah telah mengatur dengan jelas apa yang dimaksud dengan belanja hibah. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah (pasal 20 ayat 3). Belanja hibah termasuk dalam komponen Belanja Tidak Langsung di dalam struktur APBD (pasal 27 ayat 7) dan semua penerimaan dan pengeluaran daerah baik dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa dianggarkan dalam APBD (pasal 17 ayat 1).
Berdasarkan bunyi ketiga pasal yang tercantum dalam PP No.58/2005 tersebut di atas, dapat diambil beberapa simpulan, yakni:
  • Hibah harus dicantumkan pada komponen belanja tidak langsung dalam APBD.
  • Pengeluaran yang dilakukan untuk hibah berasal dari Rekening Kas Umum Daerah.
  • Hibah akan mengurangi ekuitas dana lancar.
  • Hibah dapat diberikan dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa.
1. Penganggaran Belanja Hibah untuk Tahun 2011
Permendagri No.37/2010 tentang Pedoman Penyusunan APBD TA 2011 memberi penjelasan tentang kebijakan terkait belanja hibah, terutama untuk instansi vertikal (Pemerintah). Namun, jika dicermati lebih jauh, ada beberapa hal yang perlu didiskusikan lebih mendalam, khususnya berkenaan dengan peraturan lain yang “harus” dipedomani oleh Pemerintah Daerah. Ada dua pernyataan yang sangat penting di dalam Permendagri 37 tersebut, yakni:
  1. Belanja hibah dari Pemerintah Daerah kepada instansi vertikal, mekanisme penganggaran dan pemberiannya mengacu pada ketentuan pengelolaan keuangan daerah, dan bagi instansi penerima dalam pelaksanaan dan pertanggungjawabannya memperhatikan Peraturan Menteri Keuangan terkait hibah daerah. (lihat Bagian II: Pokok-pokok Kebijakan Penyusunan APBD, 2: Belanja Daerah, a. Belanja Tidak Langsung, 4: Belanja Hibah dan Bantuan Sosial, hurup b).
  2. Penganggaran belanja barang modal yang akan diserahkan kepemilikannya kepada pihak ketiga/masyarakat pada tahun anggaran berkenaan, dialokasikan pada belanja barang dan jasa. (lihat  Bagian II: Pokok-pokok Kebijakan Penyusunan APBD, 2: Belanja Daerah, b. Belanja Langsung, 4: Belanja Barang dan Jasa, hurup b).
Oleh karena Hibah boleh dianggarkan, maka akan dicantumkan di dalam APBD terlebih dahulu sebelum disalurkan/diserahkan kepada penerima hibah. Dengan demikian, pencantuman di dalam APBD pun tidak boleh lari dari aturan main yang sudah ditetapkan dalam PP No.58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan PP No.24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Pada kedua PP ini dinyatakan bahwa APBD menggunakan basis kas dan pembayarannya dilakukan melalui rekening kas daerah!
Jika Hibah yang akan diberikan kepada penerima hibah (pihak ketiga/masyarakat) berupa barang atau aset daerah, maka akan muncul permasalahan dalam penganggarannya. Bunyi pengaturan dalam Permendagri No.37/2010 di atas mengharuskan penggunaan jenis rekening Belanja Barang dan Jasa, padahal dalam kode rekening di Lampiran AVIII Permendagri No.13/2006 rekening tersebut tidak ada. Apakah hal ini bermakna Pemda harus menambah kode rekening baru? Jika iya, apa nama rekening baru tersebut?


2. Hibah kepada Pemerintah (Instansi Vertikal)

Hibah dapat berbentuk uang, barang, dan jasa. Untuk hibah berupa uang, Pasal 26 ayat (2) PMK 168/2008 menyatakan bahwa:
“Penyaluran hibah berupa uang dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah dilakukan dengan pemindahbukuan dari RKUD ke RKUN.”
Sementara SE Mendagri 2667/2007 menyatakan:
“Hibah dalam bentuk uang dianggarkan oleh PPKD dalam kelompok belanja tidak langsung, yang penyalurannya dilakukan melalui transfer dana kepada penerima hibah. Pelaksanaan pengadaan barang di lakukan oleh penerima hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Dan sebelumnya, Permendagri No.59/2007 tentang perubahan Permendagri No.13/2006 menyatakan pada pasal 42 ayat 1:
“Belanja Hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang,jasa kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah lainnya, Perusahaan Daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya.” dan/atau
Ada perbedaan makna di antara kedua pengaturan tersebut. Jika transfer atau pemindahbukuan dilakukan dari rekening kas umum daeran (RKUD) ke rekening kas umum negara (RKUN), maka yang menampung dana hibah dari Pemda tersebut adalah rekening yang dikelola oleh Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara (BUN). Hal ini berbeda dengan makna dalam SE Mendagri 2667/2007, dimana transfer dana dilakukan “langsung” kepada penerima hibah, yakni instansi vertikal yang mengajukan proposal hibah kepada Pemda.
Dengan demikian, pertanyaan yang kemudian muncul di Pemda adalah:
  1. Aturan mana yang harus diikuti? Apakah PMK atau SE Mendagri yang wajib dipedomani oleh Pemda? Apakah Pemda boleh mengatur sendiri sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di daerah?
  2. Kalau ditransfer ke RKUN, berarti dana tersebut tidak langsung bisa digunakan oleh instansi vertikal yang ada di daerah, karena harus dianggarkan dulu dalam APBN dan DIPAnya sudah turun ke Kementerian/Lembaga yang menaungi instansi vertikal dimaksud. Artinya, di APBD dianggarkan hibah tahun ke “n”, maka penggunaannya oleh instansi vertikal kemungkinan pada akhir tahun ke “n”, yakni setelah dicantumkan dalam APBN Perubahan, atau pada tahun ke “n+1″, yakni setelah dicantumkan dalam APBN tahun berikutnya. Bukankah praktik seperti ini “merugikan” Pemda yang ingin menerima “faedah” secepatnya dari hibah tersebut?
3. Aspek Oportunisme dan Politik dalam Pemberian Hibah kepada Pemerintah (Instansi Vertikal)
Pemberian hibah kepada instansi vertikal menempatkan Kepala Daerah dan pimpinan instansi vertikal di daerah berada pada posisi “nyaman”. Kedua belah pihak bisa melakukan kerja sama yang bersifat saling menguntungkan. Sementara di sisi lain, menempatkan DPRD selalu pemilik fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan pada posisi sulit dan seba salah.
Dalam melaksanakan fungsi legislasinya, DPRD akan membahas usulan alokasi anggaran untuk belanja hibah di dalam rancangan KUA, PPAS dan APBD, termasuk di dalamnya hibah untuk instansi vertikal. Pada kondisi dimana Pemda masih kekurangan dana untuk menyediakan fasilitas publik dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat, maka pemberian hibah kepada instansi vertikal mungkin saja tidak termasuk ke dalam prioritas daerah.
Di sisi lain, hibah menjadi cara Pemerintah untuk “menghemat” anggaran untuk instansi vertikal yang ada di daerah. Bagaimanapun juga, pendanaan untuk instansi vertikal tersebut cukup menyedot dana APBD, sehingga diperlukan kecerdasan dalam pembuatan “kebijakan pengelolaan keuangan daerah” dari pusat, yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar