Kamis, 11 November 2010

kumpulan permendagri, keppres,inpres dll

Prosedur Pelaksanaan DAK Bidang Pendidikan Melanggar Aturan Pengadaan Barang/Jasa

Ada beberapa dasar hukum terhadap program DAK bidang pendidikan (menurut Khalid Mustafa)
  1. Dasar hukum pertama adalah Undang-Undang (UU) No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
    • Pasal 49 ayat (3), menentukan: “Dana pendidikan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
    • Pasal 53 ayat (3) menyatakan bahwa penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang berbentuk badan hukum pendidikan berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.
  2. Dasar hukum kedua adalah Undang-Undang (UU) No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan.
    • Pasal 4 ayat (1), menentukan: “Pengelolaan dana secara mandiri oleh badan hukum pendidikan didasarkan pada prinsip nirlaba, yaitu prinsip kegiatan yang tujuan utamanya tidak mencari laba, sehingga seluruh sisa hasil usaha dari kegiatan badan hukum pendidikan, harus ditanamkan kembali di dalam badan hukum pendidikan untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan.”
    • Pasal 40 ayat (5), menentukan: “Dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang disalurkan dalam bentuk hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk Badan Hukum Pendidikan diterima dan dikelola oleh pemimpin organ pengelola pendidikan.
  3. Dasar hukum ketiga adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan
    • Pasal 83 ayat (1) menentukan: “Dana pendidikan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah diberikan kepada satuan pendidikan dalam bentuk hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
  4. Dasar hukum keempat adalah Keputusan Presiden (Keppres) No 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
    • Pasal 39 ayat (2), menentukan: “Swakelola dapat dilaksanakan oleh: a. Pengguna barang/jasa; b. Instansi pemerintah lain; c. Kelompok masyarakat/lembaga swadaya masyarakat penerima hibah.”
    • Lampiran I Bab. III, A, 2, c, menentukan: “Swakelola oleh penerima hibah adalah pekerjaan yang perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasannya dilakukan oleh penerima hibah (kelompok masyarakat, LSM, komite sekolah/pendidikan, lembaga pendidikan swasta/lembaga penelitian/ilmiah non badan usaha dan lembaga lain yang ditetapkan oleh pemerintah) dengan sasaran ditentukan oleh instansi pemberi hibah.”
  5. Dasar hukum kelima adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Dana Alokasi Khusus di Daerah, Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (6), Pasal 33 ayat (7)
  6. Dasar hukum keenam adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 5 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2010, Pasal 3, Lampiran 1, II, C, 7.
  7. Dasar hukum ketujuh adalah Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) No. 698/C/KU/2010 perihal Tata Cara Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2010.

Pemahaman Penulis Terhadap Peraturan Pengadaan

Ketentuan perundang-undangan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah:
1. Menurut dasar hukum diatas, memang benar bahwa dana pendidikan bisa dikelola sendiri oleh satuan pendidikan penerima hibah.
2. Menurut Keppres No 80 th 2003, Pasal 2:
(1) Maksud diberlakukannya Keputusan Presiden ini adalah untuk mengatur pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari APBN/APBD.
Oleh karena dana hibah tsb berasal dari APBN/APBD, maka pelaksanaan pengadaan barang/jasa harus mengikuti Keppres No 80 th 2003 ini.
3. Pelaksanaan Pengadaan Menurut Keppres nomor 80 tahun 2003;
Pasal 6;
Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan :
a. dengan menggunakan penyedia barang/jasa;
b. dengan cara swakelola.
Pasal 39
(1) Swakelola adalah pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan, dan diawasi sendiri.
2) Swakelola dapat dilaksanakan oleh :
a. pengguna barang/jasa;
b. instansi pemerintah lain;
c. kelompok masyarakat/lembaga swadaya masyarakat penerima hibah.
(3) Pekerjaan yang dapat dilakukan dengan swakelola :
a. pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan teknis sumber daya manusia instansi pemerintah yang bersangkutan dan sesuai dengan fungsi dan tugas pokok pengguna barang/jasa; dan/atau
b. pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi masyarakat setempat; dan/atau
c. pekerjaan tersebut dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh penyedia barang/jasa; dan/atau
d. pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa akan menanggung resiko yang besar; dan/atau
e. penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya, atau penyuluhan; dan/atau
f. pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) yang bersifat khusus untuk pengembangan teknologi/metoda kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa; dan/atau
g. pekerjaan khusus yang bersifat pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium, pengembangan sistem tertentu dan penelitian oleh perguruan tinggi/lembaga ilmiah pemerintah;
h. pekerjaan yang bersifat rahasia bagi instansi pengguna barang/jasa yang bersangkutan.
(4) Prosedur swakelola meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan di lapangan dan pelaporan.

KESIMPULAN:

  1. Mengelola dana secara mandiri bukan berarti melaksanakan pengadaan barang/jasa harus dilakukan dengan cara swakelola.

  2. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa tetap mengikuti ketentuan Keppres nomor 80 tahun 2003, karena sumber dananya dari APBN/APBD (Pasal 2 Keppres No 80 th 2003). Prosesnya saja yg dilakukan sendiri oleh satuan pendidikan penerima hibah.

  3. Menurut Keppres No 80 tahun 2003, tidak semua pekerjaan bisa dilaksanakan dengan cara swakelola. Hanya pekerjaan tertentu saja yg boleh dilakukan secara sawakelola, yaitu jenis pekerjaan yg memenuhi unsur Pasal 39 Ayat 3 Keppres no 80 tahun 2003.

PERATURAN MENTERI

1). Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Dana Alokasi Khusus di Daerah
* Pasal 33 ayat (1) menentukan: “DAK Bidang Pendidikan dialokasikan melalui mekanisme belanja hibah pada sekolah.”
* Pasal 33 ayat (6) menentukan: “Kepala Sekolah selaku penerima hibah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan DAK Bidang Pendidikan dan realisasi keuangan di satuan sekolah yang dipimpinnya.”
* Pasal 33 ayat (7) menentukan: Pelaksanaan program kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan secara swakelola oleh sekolah selaku penerima hibah dengan melibatkan komite sekolah.”
2). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 5 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2010
* Pasal 3 menentukan: “DAK bidang pendidikan tahun anggaran 2010 diarahkan untuk pembangunan ruang/gedung perpustakaan SD/SDLB dan SMP, pengadaan meubelair perpustakaan SD/SDLB dan SMP, penyediaan sarana penunjang peningkatan mutu pendidikan SD/SDLB dan SMP, pembangunan ruang kelas baru (RKB) SMP, dan rehabilitasi ruang kelas (RRK) SMP.
* Lampiran 1, II, C, 7 menentukan: “DAK bidang pendidikan tahun anggaran 2010 diberikan secara langsung dalam bentuk hibah kepada satuan pendidikan (SD/SDLB dan SMP) dan dilaksanakan secara swakelola, dengan melibatkan Komite Sekolah dan partisipasi masyarakat di sekitar sekolah sebagai bagian integral dari sistem manajemen berbasis sekolah (MBS).
KESIMPULANNYA adalah Kedua permen diatas tidak berlaku karena bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, yaitu Keppres No 80 Tahun 2003…
Demikian menurut saya!
Salam Anti Korupsi!

3 Responses to “Prosedur Pelaksanaan DAK Bidang Pendidikan Melanggar Aturan Pengadaan Barang/Jasa”

Saya belum sependapat kalau Permendagri dan Permendiknas yang mengatur tentang DAK Pendidikan dikatakan tidak berlaku sebagaimana kesimpulan penulis, menurut pemahaman saya kedua Permen tsb sudah mengacu kepada ketentuan yang lebih tinggi baik UU Sistim Pendidikan nasional/BHP maupun PP yang menghendaki DAK Pendidikan disalurkan dalam bentuk Hibbah kpd Satuan Pendidikan yang pelaksanaannya telah ditindaklanjuti oleh Permendiknas.
Permendiknas juga mempunyai alasan filosofis kenapa di laksanakan secara swakelola yaitu pelibatan masyarakat melalui komite sekolah(DAK diharapkan dapat menumbuhkembangkan sikap partisipasi aktif masyarakat dalam membangun dunia pendidikan dan DAK dapat dikelola lebih efektif dan efisien dengan biaya/harga murah).
Kebijakan Permendiknas tersebut ternyata belum memberikan hasil yang diharapkan, malah kebijakan swakelola disalahgunakan oleh Kepala Sekolah, Komite dan Stackholder yang terkait untuk mencari keuntungan pribadi, partisipasi masyarakat dan harga murah tidak di peroleh, justru sebaliknya.
Disisi lain, bentuk penyaluran dana hibbah dapat merugikan negara karena hibbah tidak dihitung sebagai aset daerah, padahal satuan pendidikan adalah aset negara/daerah.
Kesimpulan :
Untuk memperbaiki DAK Pendidikan saya berpendapat UU SP, BHP, PP dan Permendiknas dan Permendagri harus segera direvisi terutama sekali ketentuan penyaluran dalam bentuk Hibbah dan Swakelola oleh Komite Sekolah.
UU No.2 tahun 2010 tentang APBN-P telah mewajibkan DAK pendidikan dilaksanakan secara tender dan tidak dalam bentuk swakelola/blockgrant, namun UU tsb tidak sejalan dengan UU Sistem Pendidikan/BHP terutama sekali utk pola penyaluran dana hibbah yang disalurkan ke satuan pendidikan (sekolah) sedangkan tender dilaksanakan oleh Satuan Kerja (Dinas Pendidikan).
Saya sependapat utk dilaksanakan dengan tender, tetapi revisi dulu peraturannya, dan biar utk urusan DAK dikelola oleh Dinas Pendidikan, jangan repotkan Kepala Sekolah dan biarkan kepala sekolah fokus untuk mengurus proses belajar mengajar dalam memajukan pendidikan, tks
UU dan PP menyatakan:
“DAK Pendidikan disalurkan dalam bentuk Hibbah kpd Satuan Pendidikan yang pelaksanaannya ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Bukan menurut Permendiknas dan Permendagri.
Selain Pasal 39, Pada Lampiran I Keppres 80-2003, BAB III juga diatur mengenai PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA DENGAN SWAKELOLA, yaitu:
Swakelola dilihat dari pelaksana pekerjaan dibedakan menjadi 3, salah satunya adalah:
Swakelola oleh penerima hibah adalah pekerjaan yang perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasannya dilakukan oleh penerima hibah (kelompok masyarakat, LSM, komite sekolah/pendidikan, lembaga pendidikan swasta/lembaga penelitian/ilmiah non badan usaha dan lembaga lain yang ditetapkan oleh pemerintah) dengan sasaran ditentukan oleh instansi pemberi hibah.
Pelaksanaan Swakelola:
1. Swakelola oleh pengguna barang/jasa
Dalam pelaksanaan swakelola perlu mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Pengadaan bahan, jasa lainnya, peralatan/suku cadang, dan tenaga ahli yang diperlukan dilakukan oleh panitia yang ditetapkan oleh pengguna barang/jasa dan menggunakan metoda pengadaan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan di dalam keputusan presiden ini, yaitu lelang/seleksi umum, lelang/seleksi terbatas, pemilihan/seleksi langsung atau penunjukan langsung;
b. Pembayaran upah tenaga kerja yang diperlukan dilakukan secara harian berdasarkan daftar hadir pekerja atau dengan cara upah borong;
c. Pembayaran gaji tenaga ahli tertentu yang diperlukan dilakukan berdasarkan kontrak konsultan perorangan;
d. Penggunaan tenaga kerja, bahan, dan peralatan dicatat setiap hari dalam laporan harian;
e. DLL.
MENURUT SAYA:
1). Pengguna jasa dalam hal ini adalah sekolah penerima hibah.
2). Pengadaan bahan, jasa lainnya, peralatan/suku cadang, dan tenaga ahli yang diperlukan dilakukan oleh panitia lelang seperti yg berlaku umum pada pelelangan. (panitia harus ada sertifikat keahlian juga), proses tendernya juga sama spt tender pada umumnya.
3). Untuk pengadaan bahan dan jasa sudah cukup jelas, yaitu dilakukan dengan proses lelang, yang belum jelas adalah proses pelaksanaan pekerjaan konstruksinya.
Menurut penjelasan diatas: “Pembayaran upah tenaga kerja yang diperlukan dilakukan secara harian berdasarkan daftar hadir pekerja atau dengan cara upah borong.” plus poin c dan d.
Pernyataan diatas memang mengarah pada pemahaman swakelola untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Tapi perlu kita pahami bahwa Lampiran Keppres itu menjelaskan tata laksana dari pasal-pasal yang terkandung dalam keppres tsb.
Maka:
Untuk memahami “pelaksanaan swakelola utk pekerjaan konstruksi” diatas, pegangan atau pedoman kita yg pertama adalah pasal 39 keppres 80-2003.
Jadi:
Hanya pekerjaan konstruksi yang memenuhi unsur pasal 39 keppres 80-2003, yg bisa dilakukan dengan cara swakelola…
KESIMPULAN
1). Pelaksanaan DAK tetap mengacu pada Keppres no. 80 tahun 2003, kerena Keppres tsb adalah satu2nya aturan pengadaan barang/jasa yg berlaku (sebelum keluar Perpres No. 54 Tahun 2010).
Hanya saja Pengguna Jasanya adalah Sekolah Penerima Hibah…
2). Peruturan menteri tujuannya bukan untuk menjelaskan pelaksanaan Undang-Undang. Pelaksanaan UU dijelaskan oleh Perpres/PP.
3). Apabila Perpres/PP butuh penjelasan tambahan, baru dijelaskan dengan Peraturan menteri…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar